Jakarta, CNBC Indonesia– Harga emas kembali melandai setelah imbal hasil US Treasury terbang. Aksi profit taking juga membuat emas menyusut.
Harga emas di pasar spot pada perdagangan Senin (23/10/2023), ditutup di posisi US$ 1.972,59 per troy ons. Harganya jatuh 0,43%. Pelemahan ini memutus tren positif emas yang menguat dalam empat hari sebelumnya dengan penguatan mencapai 3,2%.
Emas sedikit menguat pada hari ini. Pada perdagangan Selasa (24/10/2023) pukul 06:24 WIB, harga emas menguat 0,04%.
Harga emas ambruk kemarin setelah imbal hasil US Treasury 10 tahun melesat ke 4,84%. Imbal hasil memang sedikit melandai dari sebelumnya yang menembus 4,92% tetapi masih berada di level tertingginya dalam 16 tahun terakhir.
Indeks dolar juga masih melaju kencang ke 105,54. Posisi tersebut lebih tinggi dibandingkan pada penutupan hari sebelumnya yakni 106,16.
Kenaikan dolar AS membuat emas semakin mahal dibeli sehingga semakin tidak terjangkau untuk dibeii buat investasi. Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan imbal hasil US Treasury membuat emas kurang menarik.
“Market pada dasarnya butuh konsolidasi setelah rally panjang selama dua pekan. Ini adalah hal yang wajar. Pelaku pasar juga perlu melihat apa yang terjadi di pasar saat ini, termasuk imbal hasil,” tutur analis Saxo Bank, Ole Hansen, dikutip dari Reuters.
Harga emas terbang 8,12% dari US$ 1.832,26 ke posisi US$ 1981, 005 pada akhir pekan lalu imbal hasil perang. Emas sebagai aset aman kembali dicari di tengah ketegangan geopolitik.
David Meger, analis dari High Ridge Futures, menjelaskan status emas sebagai aset akan menjadi faktor penopang emas salaam perang memanas,
“Ada ketegangan geopolitik dan ketidakpastian di Timur Tengah akan terus menopang emas ke depan,” tutur Meger.
Analis OANDA, Craig Erlam, mengatakan pelemahan emas saat ini dipicu oleh aksi profit taking.
“Ini tentu saja bukan sinyal yang negatif atau tanda bahaya ke emas. Lonjakan harga emas sudah terjadi beberapa minggu dan saat ini membuat pelaku pasar melalukan aksi profit taking,” ujar Erlam, kepada Reuters.